Erlangga-Part2
Erlangga - Part 2
#TantanganMenulishari82
Erlangga betul-betul marah padaku. Tidak biasanya dia berkata kasar seperti itu. Dia selalu lembut, kalimatnya begitu menyejukkan, menenangkan. Aku gak habis pikir dia semarah itu. Ternyata Erlangga bukan hanya menyayangiku sebagai teman, tapi lebih dari itu.
Benar kata Elang, aku gila. Aku edan. Aku seolah tidak bisa hidup tanpa Setyo.
Kini, ...setelah Elang pergi, setelah aku tak bisa menghubunginya lagi. Aku baru merasa kehilangannya. Pagi ini aku bertemu Setyo, seperti biasa dia mengajakku ke pantai. Menikmati indahnya deburan ombak yang menghantam karang. Liukan pohon nyiur seolah melambai-lambai, memanggil namaku. Aku seolah melihat Elang berdiri di tengah batu karang itu. Dia tersenyum padaku. Ah ...kemana kamu Elang ...aku rindu.
"Ren... tidak biasanya kamu diam begini. Apa yang kamu pikirkan?" tanya Mas Setyo padaku penuh perhatian.
"Gak ada mas, aku hanya menikmati keindahan pantai ini yang selalu membuatku rindu."
Aku berbohong ke mas Setyo. Ternyata setelah Elang pergi, aku bersama mas Setyo pun hatiku tidak tenang. Ternyata mas Setyo bukan cinta gilaku. Aku masih waras. Ya Tuhan... Apakah artinya tanpa aku sadari aku telah jatuh cinta pada Erlangga. Aku begitu merindukannya. Apalagi puisi yang selalu dia tulis untukku. Aku bodoh tidak menyadarinya.
"Ren ... bagaimana, apa kamu sudah siap kita menikah?" tanya Mas Setyo padaku.
Kali ini aku tidak lagi bersemangat membahas pernikahan Sirri ini. Aku tidak tertarik lagi.
"Maaf mas, aku tidak mau menikah Sirri. Kalau memang mas Setyo mencintaiku. Kita menikah sah secara hukum agama dan hukum negara," jawabku, sambil tetap mengawasi ombak yang berkejar-kejaran.
Pantai Watu Ulo ini termasuk pantai selatan, sehingga ombaknya lumayan besar. Ketika ombak sudah tinggi, kemudian mengalun menghantam karang. Buih putih sampai ke pinggir pantai, aku selalu senang bermain buih itu.
Mendengar jawabanku, Mas Setyo Diam. Kami sedang bermain pada pikiran kami masing-masing.
"Pasti berat ya mas?" tanyaku lagi.
Aku lihat dia menghela nafasnya yang begitu berat.
Entah apa yang dipikirkannya.
"Lebih baik kita urungkan saja niat menikah, jika mas Setyo juga tidak siap," lanjutku.
Mas Setyo memandangku. Kemudian dia tersenyum.
"Renita, aku mencintaimu. Akan kulakukan apapun untukmu bahagia. Kita akan menikah Sah." Jawab mas Setyo yang tentu saja membuatku terkejut. Aku pikir mas Setyo tidak akan berani mengambil tindakan ini. Apa dia bersedia meminta izin istrinya? Oh... Aku tidak bisa membayangkan sakit hati istrinya. Benar kata Erlangga, aku gila.
"Mas, akan izin ke mbak Maya?" tanyaku meyakinkan.
"Akan aku coba," jawab mas Setyo sambil tersenyum.
"Aku mencintaimu Ren. Aku akan mencari waktu bicara dengan Maya. Istriku punya asma. Jika dia kecewa, marah, asma nya akan kambuh. Karena itulah kemarin aku minta kita nikah Sirri dulu sampai aku punya waktu untuk bicara dengan Maya. Ternyata kamu menolaknya,"
Mas Setyo menjelaskan alasannya panjang, namun aku sudah tidak terlalu gila. Aku mulai waras. Benar yang dikatakan Elang. Aku jangan mau hanya dinikahi Sirri yang tidak punya kekuatan hukum apapun. Bisa saja habis manis sepah dibuang.
"Kamu masih sanggup menunggu?" tanya mas Setyo. Aku hanya mengangguk saja.
Sejujurnya ... Aku sudah tidak tertarik dengan konsep pernikahan Sirri mas Setyo. Termasuk juga menikah resmi dengannya. Urusannya pasti lah panjang. Aku akan membuat mbak Maya menangis, aku akan melukai hatinya. Bagaimana perasaan anak-anaknya? Ya Tuhan... jelasnya nanti akan ada sebutan pelakor padaku.
"Yuk, kita makan dulu sayang. Setelah itu kita pulang," mas Setyo mengajakku ke warung yang ada di dekat pantai. Seperti biasa kita menikmati ikan bakar kerapuh. Ikan bakar kerapuh ini menu favorit ku, namun kali ini tak lagi menarik bagiku. Perang pikiranku dimulai.
Hari berganti hari, Minggu pun telah berlalu. Purnama juga telah berganti, sampai hari ini belum ada keputusan mas Setyo. Aku hidup sendiri dengan Budhe. karena kedua orangtuaku sudah lama meninggal sejak aku masih di SMP karena kecelakaan. sepeda yang dinaiki bapak ibu ban nya pecah, sehingga bapak ibuku terpelanting jatuh dan meninggal ditempat. Sedih jika mengingat kejadian itu. aku adalah anak semata wayng. Hanya budhe ku keluargaku. setelah aku lulus kuliah, aku bekerja di perusahaan salah satu Provider terbesar di negeri ini. Aku memilih kos. rumah Rumahku di desa ditempati Budhe. Rumahnya Budhe ditempati putra putrinya yang sudah aku anggap seperti kakak kandungku sendiri.
Aku mencoba mencari Elang, namun tak kutemukan jejaknya. Dia sengaja mengganti nomor telponnya. aku kirim email juga tidak pernah dibaca. Erlangga betul-betul marah padaku. Seandainya engkau ada disini, aku akan meminta maaf atas kegilaanku. Aku siap meninggalkan Mas Setyo. Ternyata aku lebih membutuhkanmu Elang. Aku sedih ...semua rasa aku tumpahkan dengan menulis. Aku kemas bahasa hatiku dalam aksara tanpa kata.
Seperti angin perlahan hilang dalam sapa hujan
Tak sempat memeluk Gairah segar bunga ungu
Dalam sepi yang menggigit luruh hati sempit
Tak lagi terdengar dawai asmara dalam pangkuan jiwa
Aku tercecer dilorong waktu
Dalam rindu yang terus mengalir deras
Serupa bayang, tak pernah tergapai
Serupa mimpi, selalu tersembunyi
Seperti mata sang pendaki
Meninggalkan kisah air mata sunyi
Pada rapuh jiwa, aku rindu syahdu suaramu
Dan aku mulai takut, akan kehilanganmu
Serupa embun terperangkap daunan kering
Kau menghilang tanpa jejak kau beri
Jika rindumu tak lagi jadi milikku
Berikan aku waktu bertahan
Karena aku cemburu pada awan
Yang sering kali kau pandang
Hanya syair dan wajahmu yang masih bisa aku reka
Lalu kutuliskan pada butiran hujan yang datang.
Sampai pagi ini aku dikejutkan oleh kedatangan mbk Maya. Dia tersenyum padaku dan memelukku. Ya Tuhan, ...wanita ini begitu Sholehah. Aku yang telah menyakitinya, ternyata dia tegar menerimanya.
"Dik Renita ...mas Setyo sudah menceritakan semua. Aku ikhlas kamu menjadi maduku," ucapan mbak Maya tampak tegar, namun aku tetap merasa dia menyimpan kesedihan.
"Kami sudah lama menikah. Sampai hari ini belum diberi keturunan. Roro itu adalah anak adopsi kita. Aku berikan izin semoga keinginan mas Setyo mempunyai momongan di kabulkan oleh Tuhan," mbak Maya memberikan penjelasan panjang. Ya Tuhan... Ternyata Roro itu anak adopsi. Kasihan mbak Maya, dia ikhlas menerimaku sebagai madunya.
Tanpa terasa aku menitikkan air mataku. Aku telah melukai hati wanita shalihah yang lembut ini. Aku memberinya luka yang pasti tak akan pernah sembuh.
"Gak usah merasa bersalah Ren, ini semua takdir Yang Maha Kuasa,"
Mbak Maya menggenggam tanganku, meyakinkan bahwa dia baik-baik saja.
"Apa mbak Maya dan Mas Setyo sudah periksa ke dokter?" Aku mencoba memberanikan diri bertanya.
"Aku yang tidak mau periksa Ren. Aku takut kecewa. Aku takut tidak punya harapan. Biarlah kunikmati hidupku dengan teka teki Ilahi," jawaban mbak Maya membuat hatiku makin teriris. Ya Alloh begitu ikhlasnya dia, begitu sangat mencintai mas Setyo sehingga rela mengorbankan perasaan nya.
Aku peluk mbak Maya, kami berdua menangis. Entahlah, air mata apa yang mengalir di pipinya. Mungkin ungkapan lara hati. Sungguh aku berada pada persimpangan jalan, berada pada konflik batin yang tak berujung.
***bersambung***
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wow keren bunda, penasaran pengen tahu lanjutannya, hehe..
Makasih apresiasinya bunda...hehee
Wow, jangan jangan si Setyo yang mandul he he
Hehhee bisa jadi Bu ....keren lek nebak Bu Mimin ini
Lho kog seperti puisi cinta yanh salah ya..haha..menempatkan cinta pada orang yg tidak tepat. Bingung nih.Erlangga atau mas setyo ya...Ditunggu lanjutannya bu....
Hehehe iya bunda di part awal kemarin jadi pertengkaran Erlangga, mirip puisi bunda ...maksih ya bun
Masya Allah konflik batin yang sungguh pelik.. ditunggu lanjutannya bu. Sukse, sehat dan bahagia selalu bersama keluarga tercinta. Barokallah.
Aamiin YRA makasih doa dan apresiasi nya ya bunda
Puisi dan cerpen nya selalu memprovokasi hati. Sukses terus Jeng... Barakallah
Aamiin YRA makasih banyak bunda apresiasi nya
Wadhhhhh...sedih bayangin posisi maya...
Iya Bu ....mau dimadu ....maksih rawuhnya
Konflik bathinya luar bias.. Mantap bu. Salam
Makasih apresiasinya bunda ..salam
begitu tegar sosok maya, dimana bisa menemukan wanita setegar itu, hanya Allah yg tau isi hati nya.
Iya bunda, jarang ada wanita seperti itu. makasih apresiasinya sudah membaca tulisan saya
Waduuh...puisinya bikin baper..suksea ya bun...
Hehehee makasih semuanya Ndan...